Selasa, 20-08-2019 | 10:57:19 WIB

Membaca Ramayana di Kursus Intensif Jawa Kuno ke-5

Diposting oleh : Yudhi

Membaca naskah Ramayana Jawa Kuno

Sleman - Peserta "5th International Intensive Course in Old Javanese 2019" membaca teks Kakawin Ramayana dan Adiparwa sebagai lanjutan dari materi kursus. Pembacaan kedua teks berbahasa Jawa Kuno ini termasuk bagian dari kursus yang diselenggarakan atas hasil kerja sama antara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, École français d’Extrême-Orient (EFEO), dan École Pratique des Hautes Études (EPHE).

Teks Kakawin Ramayana bermula dari cerita tentang Dasarata, Raja Ayodhya, yang juga ayah Rama. "Hana sira ratu dibya rěngon," demikian kalimat pembuka teks Kakawin Ramayana yang berarti "Ada seorang raja mahsyur, dengarkanlah."

Kakawin Ramayana berbentuk puisi bermetrum. Kakawin sendiri berasal kata "kawi" atau "kawiya" dari bahasa Sansekerta yang berarti "penyair". Kata tersebut mendapatkan imbuhan khas Jawa Kuno "ka-" dan "-an" yang menjadikan kata tersebut berarti "karya seorang penyair" atau juga bisa berarti "sajak" itu sendiri.

Singkat cerita, terjadi konflik di dalam kerajaan Ayodhya. Semula harusnya Rama (anak Desarata dari permaisuri pertama) yang menggantikan Dasarata, tapi karena desakan Kekayi (permaisuri ketiga Dasarata) anaknya, Bhatara, yang menjadi raja. Kekayi pun meminta Rama untuk diasingkan ke hutan. Selama di hutan, Rama, Sita, dan Laksmana, mendapatkan banyak ujian, salah satunya penculikan Sita. Secara garis besar, cerita epos Ramayana ini merupakan ajaran dan kepahlawanan.

Adapun cerita Adiparwa merupakan kitab pertama dari epos Mahabharata. Adiparwa dituturkan dalam bentuk narasi. Penuturan isi kitab tersebut bermula ketika Sang Ugrasrawa mendatangi Bagawan Sonaka yang sedang melakukan upacara di hutan Nemisa. Sang Ugrasrawa menceritakan kepada Bagawan Sonaka tentang keberadaan sebuah kumpulan kitab yang disebut Astadasaparwa. Pokok ceritanya adalah kisah perselisihan Pandawa dan Korawa, keturunan Sang Bharata. Dari penuturan Sang Ugrasrawa, mengalirlah kisah besar keluarga Bharata tersebut (Mahābhārata).

Selain menerjemahkan secara keseluruhan, peserta kursus diminta menguraikan satu per satu pembentukan kata, frasa, dan kalimat dari kedua teks tersebut. Pembacaan teks ini merupakan lanjutan dari pembelajaran sebelumnya, yakni tata bahasa Jawa Kuno.

Kursus intensif selama dua pekan ini diisi oleh pengajar kelas dunia. Di antaranya, yaitu Arlo Griffiths, pakar epigrafi dari EFEO; Andrea Acri, pakar Jawa Kuno dan Sansekerta dari EPHE; dan, Tom Hunter, pakar linguistik Jawa Kuno dan Sansekerta dari University of British Columbia, Kanada. Adapun pengajar dari dalam negeri, yaitu Agung Kriswanto, filolog dari Perpusnas; Yosehin Apriastuti Rahayu, staf pengajar Jawa Kuno dan Sansekerta dari Universitas Gadjah Mada; dan, Zakariya Pamuji Aminullah.

"Tujuan kursus ini agar para peserta bisa membaca sekaligus menganalisis teks-teks Jawa Kuno dan memanfaatkannya sebagai referensi penelitian," kata Kepala Bidang Layanan Koleksi Khusus, Yeri Nurita, dalam pembukaan kursus, Ahad, 21 Juli 2019. Yeri mewakili Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas Ofy Sofiana membuka kursus ini. "Harapannya, riset tentang Jawa Kuno akan makin berkembang."Yeri berharap tahun depan akan ada kelas tambahan, yakni kelas advance berbahasa Indonesia. Tujuannya, untuk mengakomodasi para peneliti dari dalam negeri.

"Dengan begitu penelitian tentang Jawa Kuno juga bisa sering dilakukan di dalam negeri," ujarnya. Selain itu, dia berharap generasi baru filolog Jawa kuno juga dapat bekerja sama membangun kemitraan internasional, sehingga menghasilkan beragam penelitian yang berkualitas.

 

Amri Mahbub Alfathon


Berita Lain