Tim Perpusnas bersama Abah Hasan di depan Museum Banten Girang
Tahun 2022 ini Perpustakaan Nasional RI kembali mengirimkan tim untuk melakukan pendaftaran dan verifikasi naskah kuno, salah satunya ke wilayah Provinsi Banten. Kegiatan tersebut berlangsung mulai tanggal 21 sampai 25 Maret 2022. Tim terdiri dari tiga orang yakni Fatkhu Rohmatin (Pustakawan Ahli Pertama), Abdul Fatahul Alim (Pustakawan Ahli Pertama), dan Imam Supangat (Pustakawan Ahli Pertama). Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait dengan data dan sebaran naskah kuno di wilayah provinsi Banten. Informasi yang dimaksud meliputi: metadata naskah, kondisi fisik naskah, pemanfaatan naskah, serta komitmen pelestarian naskah. Data hasil kegiatan pendaftaran dan verifikasi naskah kuno ini dapat diakses di laman https://pernaskahan.perpusnas.go.id/
Adapun lokasi yang dikunjungi tim Perpusnas dalam kegiatan pendaftaran dan verifikasi naskah kuno di wilayah Banten ada lima tempat yaitu: 1) Kediaman Abah Yadi Ahyadi yang sekaligus sebagai pusat dari Komunitas Klinik Pusaka; 2) Laboratorium Bantenologi di UIN Sultan Maulana Hasanuddin yang dipimpin oleh Kang Helmy; 3) Situs Banteng Girang; 4) Kediaman Abah Mustanjid; 5) Kediaman Abah H Kholid, pemilik naskah kuno yang masih bersilsilah keturunan dengan Syekh Nawawi Al-Bantani.
Sejak tahun 2007 Klinik Pusaka hadir di wilayah Banten dengan misi untuk mendorong generasi muda agar peduli terhadap khazanah warisan leluhur, khususnya naskah kuno. Abah Yadi Ahyadi selaku ketua dari komunitas ini menuturkan bahwa lahirnya komunitas ini dilatarbelakangi oleh minimnya perhatian masyarakat terhadap sumber sejarah yang masih banyak tersebar di Banten. Saat ini anggota dari Klinik Pusaka sendiri sudah mencapai puluhan pemuda yang cukup aktif dalam kegiatan pelestarian naskah kuno.
Komunitas Klinik Pusaka ini sudah berhasil mendata ratusan naskah yang masih tersebar di masyarakat. Selain melakukan pendataan, komunitas ini juga menyebarkan ilmu pemahaman tentang pemeliharaan naskah kuno, mulai dari cara membuka, membersihkan dan menyimpannya. Klinik pusaka juga terbuka bagi masyarakat yang ingin menitipkan naskah kuno miliknya jika dikhawatirkan tidak dapat merawatnya. Saat ini setidaknya ada 15 naskah yang disimpan di kediaman Abah Yadi Ahyadi yang sekaligus sebagai pusat dari Komunitas Klinik Pusaka. Mayoritas dari naskah tersebut merupakan naskah keagamaan, seperti Al-Qur’an, Kitab Awamil, Tafsir, Bahjatu l-‘ulum dan lainnya. Adapun untuk media naskah kunonya yaitu kertas Eropa dan daluang.
Secara umum, kondisi naskah yang tersimpan di kediaman Abah Yadi Ahyadi masih cukup baik meskipun tetap ditemukan beberapa ciri kerusakan seperti lepas jilidan, halaman hilang, sobek dan kertas asam serta berbintik coklat. Untuk tempat penyimpanannya sendiri, Abah Yadi menggunakan map plastik dan kotak kontainer yang di dalamnya diberi kamper.
Abah Yadi menuturkan bahwa Komunitas Klinik Pusaka terbuka bagi siapapun yang ingin mengakses atau meneliti naskah kuno yang tersimpan di sana. Beliau juga berharap akan adanya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat dalam usaha melestarikan khazanah warisan leluhur, khususnya naskah kuno. Menurut beliau, dari naskah kunolah generasi terkini dapat mengetahui berbagai macam ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh peradaban di masa lalu.
Lembaga Bantenologi awalnya berdiri tahun 2000, kemudian setelah vakum selama enam tahun, pada tahun 2007 lembaga ini mengalami revitalisasi dan berkantor di kampus UIN Sultan Maulana Hasanuddin. Namanya juga berganti menjadi Laboratorium Bantenologi. Untuk saat ini, Bantenologi dipimpin oleh Kang Helmy Faizi B.U. Laboratorium Bantenologi berupaya untuk mengkaji dan mendokumentasikan Banten di masa lalu hingga masa kini, yang mana salah satunya tentu bersumber dari naskah kuno yang merupakan catatan sejarah di masa lalu.
Di Laboratorium Bantenologi, Tim perpusnas diperlihatkan naskah koleksi pribadi Kang Helmy sejumlah sepuluh naskah kuno yang bermediakan daluang dan kertas Eropa. Naskah koleksinya ini berasal dari peninggalan nenek moyangnya yang diwariskan secara turun temurun. Adapun kondisi dari naskah sebagian besar sudah mengalami kerusakan seperti lepas jilidan, rapuh khususnya bagi yang bermedia kertas Eropa, halaman hilang atau tidak lengkap, berjamur, kertas asam dan kecoklatan serta terdapat lubang-lubang kecil bekas serangga. Untuk menyimpanan naskah, Kang Helmy menggunakan map plastik serta peti kayu.
Laboratorium Bantenologi sendiri cukup terbuka bagi siapapun yang ingin berkunjung dan berdiskusi seputar tentang Banten, termasuk tentang naskah kuno.
Situs Banten Girang terletak di Desa Sempu, Kota Serang. Situs ini merupakan lokasi favorit untuk berziarah karena di dalamnya terdapat makam Mas Jong dan Agus Ju. Keduanya dipercaya sebagai warga asli Banten Girang yang pertama kali masuk Islam dan menjadi pengikut Maulana Hasanuddin.
Di situs Banten Girang ini terdapat delapan naskah kuno yang mayoritas berisi tentang keagamaan. Untuk kondisi naskah kunonya sendiri sebagian besar sudah mengalami kerusakan seperti rusak jilidan, halaman tidak beraturan dan tidak memiliki cover, kertas rapuh dan terdapat bekas-bekas serangga.
Abah Mustanjid merupakan salah satu pemilik naskah kuno di Kecamatan Tanara, Serang. Ada dua naskah yang ditunjukkan oleh Abah Mustanjid kepada tim Perpusnas yakni naskah tafsir Al-Qur’an berbahasa Arab dan Kitab Tauhid wa Ghairuh. Kedua naskah tersebut menggunakan media kertas Eropa. Adapun kondisi fisik dari kedua naskah tersebut relatif sama, yakni rusak jilidan, naskah tidak lengkap, kertas rapuh dan asam. Abah Mustanjid mengatakan bahwa naskah-naskah tersebut diperolehnya dari ayahnya yang diwariskan turun temurun dari kakeknya. Naskah tersebut biasa disimpan Abah Mustanjid di almari.
Abah H. Kholid merupakan tokoh masyarakat di Lempuyang, Tanara sekaligus pemilik silsilah keturunan dengan Syaikh Nawawi Al-Bantani yang masih menyimpan dan merawat naskah kuno. Jumlah naskah kuno yang tersimpan di kediaman Abah H. Kholid yaitu sebanyak 41 (empat puluh satu) naskah. Sebagaian besar naskah berisi perihal kitab-kitab keagamaan yang ditulis dengan menggunakan kertas Eropa dan daluang. Naskah-naskah ini sudah didigitalisasikan oleh Lektur Kemenag pada tahun 2016 dan dapat diakses di laman https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi/34/banten.html
Untuk penyimpanan naskah digunakan map plastik sebagai wadah. Di dalam map plastik tersebut juga ditemukan butiran-butiran cengkeh, yang digunakan untuk mencegah serangga atau hama kertas. Adapun kondisi fisik naskah, beberapa naskah masih cukup bagus, namun sebagian besar naskah mengalami kerusakan jilidan, naskah tidak lengkap karena halaman hilang, rapuh khususnya bagi naskah yang menggunakan media kertas Eropa, serta asam.
Testimoni Masyarakat Pelestari Naskah
Klinik Pusaka (Abah Yadi Ahyadi)
“Jadi manuskrip itu sumber ilmu dari berbagai jenis keilmuwan.- Wong Banten Kudu kesengsem ngagurat tapak leluhur. Aje sampe udan guru banjir ilmu tapi sing salah dadi kaprah sing bener ore lumrah. Wong Banten sing inget yen bodo kudu weruh kapan pinter aje keblinger-.”
“Satu daerah yang memiliki pengetahuan, pasti akan dibuktikan dengan manuskrip. Seberapa besarnya masyarakat menggaungkan euforia peradaban kita, tanpa bukti manuskrip, itu bohong. -seribu tentara mati di medan tempur, butuh 3 bulan untuk mendapatkan satu juta tentara. Tapi satu manuskrip hilang, minimal butuh satu abad untuk mendapatkan dokumen yang sama-.”
“Dalam hal ini (pelestarian manuskrip) perpustakaan harus jadi zona inti bukan zona terluar. Perlu adanya sinergi antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat dalam upaya manuskrip.”
Laboratorium Bantenologi (Kang Helmy)
“Naskah di Banten ini khususnya lebih banyak dipegang atau dirawat oleh masyarakat, karena itu mungkin butuh pendampingan dari bagaimana proses merawat naskah dan yang lainnya. Pendampingan ini bisa dilakukan oleh semua pihak termasuk Perpusnas. Proses pendampingan bisa dilakukan dengan membuat buku saku perawatan secara tradisional atau modern yang bisa dibagikan ke pemilik naskah. Di Banten belum ada tempat khusus untuk menyimpan naskah, karenanya naskah masih disimpan di masyarakat.”
“Dari segi pengkajian, Perpustakaan Nasional bisa mendorong sebanyak-banyaknya peneliti untuk mengkaji manuskrip Banten, karena manuskrip Banten masih tergolong jarang diteliti selain Sejarah Banten.”