Selasa, 15-01-2019 | 12:02:44 WIB

Komunitas Sraddha, Pengetahuan dari Anggota untuk Anggota

Diposting oleh : Yudhi

Diskusi Komunitas Sraddha

Solo - Sraddha merupakan komunitas yang memfokuskan kegiatannya untuk mempelajari aksara Jawa Kuno yang terdapat pada naskah-naskah kuno dan sejumlah prasasti-prasasti peninggalan jaman kerajaan Hindu-Budha. Komunitas ini didirikan pada tahun 2016 silam. Minat masyarakat untuk mempelajari peninggalan-peninggalan masa lalu yang mendorong lahirnya komunitas ini. Saat ini, ada 70 orang anggota aktif yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan komunitas ini.
 
Menurut penggagas komunistas ini, Rendra, setiap hari Sabtu, Sraddha berkumpul untuk melakukan kajian bersama di Museum Radya Pustaka, Solo. Kegiatan ini terbuka untuk siapa saja yang ingin mempelajari aksara Jawa Kuno, dan gratis. Kegiatan belajar tidak hanya dilakukan di dalam ruangan, tetapi dilakukan juga praktek langsung di lapangan.  
 
Dirinya mengaku bersyukur karena komunitasnya saat ini telah mendapat tempat di hati masyarakat. Sekarang Museum Radya Pustaka telah menyediakan ruangan khusus untuk kelas aksara Jawa Kuno. Kelas dibuka dalam tiga bulan sekali dengan agenda 10 kali tatap muka. Di sela pertemuan, kadang dilakukan outing class untuk menengok langsung apa yang telah diperbincangkan selama beberapa waktu.
 
“Modelnya hampir mirip perkuliahan. Hanya saja kami lebih detail dalam membahas sebuah topik masalah. Misalnya dalam membahas suatu serat tertentu. Kalau di perkuliahan mungkin hanya sekali tatap muka, tapi di sini kami membahas di seluruh pertemuan itu sampai berganti ke materi lainnya. Satu kelas sampai 50 orang,” jelas dia.
 
Hingga saat ini, dirinya bersama belasan kawan mahasiswa S2 dan S3 yang tergabung dalam komunitas ini masih rutin menggelar pertemuan. Bahkan, sejumlah peserta yang dianggap telah memiliki bekal cukup dalam materi tersebut boleh berpartisipasi menjadi tutor untuk kawan-kawan yang baru bergabung. 
 
Apa tidak rugi? Pria yang satu ini hanya menggelengkan kepala. Sebab  tujuan dibentuknya komunitas memang untuk memopulerkan kecintaan masyarakat akan naskah kuno, pihaknya pun tak mematok bayaran. 
 
“Tidak ada biayanya, paling iuran untuk snack dan fotokopi materi saja. Yang jelas dari awal kami sepakat untuk memopulerkan kegiatan ini. Kami tahu ilmu tentang naskah kuno memang tidak sepopuler disiplin ilmu lainnya. Bahkan sempat ada kekosongan pakar selama beberapa dekade. Dan meninggalnya Romo Kuntoro memacu kami untuk mengisi kekosongan itu agar disiplin ilmu filologi ini tetap diminati,” jelas Rendra.
 
Disinggung soal cikal bakal terbentuknya komunitas, Rendra memulai dengan kenangan manis bersama Romo Kuntoro. Bagi dia dan kawan-kawan, sosok beliau merupakan panutan yang baik dalam sebuah penelitian. Awalnya Terbentuk di Jogja 2 April 2012 silam, awalnya kelompok ini fokus pada penelitian dan penerbitan jurnal-jurnal internasional. Lama kelamaan, banyak yang mengenal komunitas ini dan usul agar membuka diri pada diskusi lintas ilmu yang tetap dalam bingkai naskah Merapi Merbabu. Dari sana kelompok penelitian ini berubah wujud jadi komunitas yang lebih ramah. Termasuk pada siapa saja yang tidak memiliki bekal dari disiplin ilmu filologi. 
 
“Dari sana kajiannya jadi lebih terbuka, tak terbatas pada teks saja tapi juga melihat konteks seperti model arsitektur, kuliner, dan lainnya. Perubahan itu kira-kira terjadi di akhir 2017 lalu dan bertahan sampai sekarang,” jelas dia.
 
Hingga saat ini sedikitnya 20 prasasti dan 20 naskah kuna telah dikupas habis oleh Sraddha. Dirinya yakin jika kegiatan ini terus bisa dipertahankan. Maka mimpi besarnya bersama kawan-kawan bisa lebih cepat terealisasi. “Kami ingin mendirikan sekolah swasta yang fokus pada ilmu-ilmu masa lalu dan kebudayaan. Khususnya dalam khazanah keilmuan Jawa Kuna,” ujar Rendra. 

Rendra Agusta


Berita Lain