Jumat, 04-01-2019 | 06:54:31 WIB

Edisi ketiga diskusi Komunitas Jangkah, Diplomasi dalam Udyogaparwa

Diposting oleh : Yudhi

Diskusi Jangkah Edisi Ke-3

Yogyakarta - Komunitas Jagongan Naskah (Jangkah) kembali menyelenggarakan diskusi naskah kuno. Judul diskusi Jangkah kali ini adalah "Diplomasi dalam Udyogaparwa Jawa Kuna: Ajakan Damai Menjelang Bharatayuddha". Diskusi diselenggarakan pada hari Sabtu, 22 Desember 2018 di Gedhong Danawara, Pura Pakualaman. Narasumber Yosephin Apriastuti Rahayu (Dosen Bahasa dan Sastra Jawa Kuna, Prodi Sastra Jawa UGM. Kandidat Doktor Universitas Leiden), dengan moderator Binarung Mahatmajangga (Pegiat Komunitas Jangkah).
 
Naskah beraksara dan berbahasa Jawa Kuno itu disalin seorang filolog dari Belanda, Zoetmulder dalam kertas HVS. Zoetmulder adalah penyusun kamus Jawa Kuno-Indonesia. “Tak hanya di Universitaas Sanata Dharma. Naskah itu juga tersebar di berbagai lokasi berbeda,” kata salah satu pendiri Komunitas Jagongan Naskah (Jangkah), Taufiq Hakim, Ahad, 23 Desember 2018. 
 
Naskah asli Udyogaparwa yang ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa Kuno pada lembar-lembar lontar juga diketahui disimpan di Gedong Kirtya di Bali. Naskah Udyogaparwa adalah naskah kelima dari 18 naskah yang mengisahkan Mahabharata.
 
Taufiq melanjutkan ada sembilan naskah dari total 18 naskah Mahabarata disimpan di Gedong Kirtya. Selain Udyogaparwa, naskah yang disimpan di sana meliputi Adiparwa, Sabhaparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa, Asramawasaparwa, Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, dan Swargarohanaparwa. “Parwa-parwa (naskah) yang lain belum diketahui lokasinya,” kata Taufiq.
 
Khusus untuk membahas naskah Udyogaparwa telah hadir Dosen Bahasa dan Sastra Jawa Kuno Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Yosephin Apriastuti Rahayu di Gedong Danawara Puro Pakualaman. "Pada kesempatan itu yang didiskusikan adalah naskah salinan (HVS) yang belum diketahui sumber salinannya. Dari Bali atau bukan,” kata Taufiq.
 
Mengingat naskah-naskah kuno tersebut juga ditemukan tersebar di beberapa negara. Yosephin menerangkan naskah tersebut juga disimpan di Universitas Leiden di Belanda. Naskah itu merupakan koleksi peneliti Van der Tuuk yang disalin oleh Zoetmulder.
 
Naskah kuno lainnya juga disimpan di Inggris, Jerman, dan kemungkinan di Perancis. Bahkan selain di Gedong Kirtya, salinan naskah-naskah kuno tersebut juga banyak ditemukan di rumah-rumah penduduk di Bali. “Karena dulu ada tradisi penyalinan naskah, terutama oleh peneliti asing,” kata Yosephin yang akrab disapa Simbok itu. Ada yang menyalin dari koleksi penduduk kemudian dibawa ke negeri asalnya. Ada pula yang menyalin untuk keperluan penelitian sendiri.
 
Naskah kuno Udyogaparwa merupakan karya sastra yang ditulis pada akhir abad 10 Masehi pada era pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh (991-1016) M dari Kadiri(Kediri). Naskah itu disalin dari India oleh Brahmana Jawa yang diutus oleh Raja Dharmawangsa.
 
Saat itu, teknologi maritim Kerajaan Kadiri sudah maju. Para Brahmana dikirim ke India untuk sekolah. Ada juga yang bahkan menjadi penasihat raja. “Jadi tradisi penyalinan naskah sejak zaman Kerajaan Kadiri. Itu turun-temurun,” imbuh Taufiq.
 
Yudhi Irawan


Berita Lain